Pages

Tampilkan postingan dengan label Review. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Review. Tampilkan semua postingan

Jumat, 20 Januari 2017

Review: Semusim, dan Semusim Lagi

Judul: Semusim, dan Semusim Lagi
Penulis: Andina Dwifatma
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Terbit: April 2013 (Cetakan I)
Tebal: 232 Halaman
ISBN: 978-979-22-9510-8

Membaca novel yang sama sekali belum saya ketahui sinopsisnya semacam tantangan bagi saya. Apakah novel tersebut akan memuaskan atau malah mengecewakan? Bahkan, saya juga belum pernah membaca review orang lain mengenai novel ini sebelumnya. 

Setelah sebelumnya membahas pemenang kedua di sini, sekarang saatnya saya membahas pemenang pertama.
---

Semusim, dan Semusim Lagi diambil dari puisi Sitor Situmorang yang berjudul Surat Kertas Hijau--setidaknya hal tersebut ada di cover belakang. Novel ini mengambil tokoh utama seorang gadis remaja berusia 17 tahun tanpa nama. Ia tak suka menyebutkan namanya, ia tak suka menyebutkan nama ayahnya.

Hubungan ia dan ibunya agak sulit dipahami karena mereka tinggal serumah namun hanya bicara seperlunya. Lebih terlihat seperti teman yang tidak terlalu dekat. Suatu hari, sepucuk surat muncul untuknya dari ayahnya. Ayahnya meminta agar ia datang ke kota S untuk menemuinya yang sedang sakit parah. Awalnya, ia merasa tak perlu datang ke sana karena ia ingin menjaga ibunya. Namun, suatu hal terjadi dan membuat ia akhirnya pergi ke kota S.

Di sana, ia tinggal di rumah yang bagus diantar oleh J.J. Henri, salah satu pegawai ayahnya. Ia belum menemui ayahnya karena belum saatnya. Hari demi hari ia habiskan di rumah itu sendirian. Akhirnya, J.J. Henri mengenalkannya pada Muara, anak laki-lakinya yang berusia 22 tahun.

Ia jatuh cinta pada Muara, hingga akhirnya tragedi itu terjadi. Ia bersikeras bahwa tragedi itu terjadi atas bantuan seekor ikan mas bernama Sobron. Tentu saja orang-orang tidak mempercayainya. 

---

Novel yang awalnya saya kira roman biasa ini--sekadar perempuan jatuh cinta atau rindu pada seorang lelaki, ternyata menyuguhkan cerita yang jauh lebih pelik dan di luar ekspektasi saya. Apakah memuaskan? Tentu saja. Entah mengapa novel ini semacam memiliki magnet agar saya tidak berhenti membacanya sebelum akhir.

Tokoh utama dari sebuah novel debut memang kerap kali dihubungkan dengan sang penulis. Setelah saya membaca blog Mbak Andina, memang sepertinya sang tokoh utama sangat mirip dengannya. Belum lagi bacaan-bacaan sang tokoh utama yang sering disebut dalam novel ini--lumayan banyak, sehingga saya sulit menulis ulang di sini, sama dengan bacaan-bacaan favorit Mbak Andina. Sebenarnya, bagi saya itu bukan masalah besar. Saya tetap menikmati ceritanya, kok.

Novel ini mengambil genre surealis pada akhirnya, walaupun pada bagian awal sangat terasa realisnya. Jujur, saya belum banyak membaca novel bergenre serupa. Sehingga, mungkin hal tersebut membuat saya takjub pada gaya pencerita penulisnya. Saya jadi paham kenapa novel ini menjadi Pemenang I Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta 2012

Tapi kemudian saya penasaran, jangan-jangan cerita yang panjang lebar dikemukakan di novel ini oleh 'aku' hanya khayalannya semata? Jangan-jangan sebenarnya ia memiliki kedua orang tua yang sayang dan dekat padanya? Siapa tahu?

Review: Di Tanah Lada

Judul: Di Tanah Lada
Penulis: Ziggy Zesyazeoviennazabrizkie
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Terbit: Agustus 2015 (Cetakan I)
Tebal: 244 Halaman
ISBN: 978-602-03-1896-7

Mungkin agak telat karena saya baru membaca novel ini dua hari yang lalu, namun saya tetap ingin berbagi kesan saya terhadap novel ini karena saya suka cara bercerita penulisnya.

Awal mula saya tahu mengenai novel ini tentu saja dari fanpage Gramedia, lalu saya pikir nama penulisnya unik sekali. Kemudian saya beralih ke Goodreads dan waktu itu tentu saja belum banyak yang me-review.

Barulah pada akhir 2016 saya tiba-tiba penasaran dengan novel ini dan review di Goodreads sudah banyak yang memuji-muji novel ini. Sebenarnya bukan hal yang aneh, karena novel ini Pemenang II Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta.

---

Di Tanah Lada menceritakan tentang Ava--panggilan dari Salva, seorang anak perempuan berusia 6 tahun yang hubungan keluarganya tidak harmonis. Ayahnya suka marah, membentak, emosional terhadap hal-hal kecil sekali pun. Ibunya hanya bisa menerima kelakuan ayahnya, meskipun kadang suka membalas teriakannya.

Ava sangat pintar untuk ukuran anak-anak seusianya. Ia selalu membawa kamus yang diberikan oleh Kakek Kia--bapak ayahnya. Jika ada kata-kata yang tidak ia tahu maknanya, ia langsung mencari di kamus. Oleh karena itu, ia tumbuh menjadi anak yang selalu menggunakan bahasa baku.

Kemudian, setelah Kakek Kia meninggal dunia, ayahnya memaksa Ava dan ibunya untuk pindah ke Rusun Nero. Di sana ia bertemu dengan anak laki-laki bernama P, yang berusia 10 tahun. Ava merasa 'P' bukanlah nama, maka ia memanggilnya dengan sebutan Pepper.

P termasuk anak yang baik hati dan pintar karena ia selalu diajari oleh Mas Alri dan Kak Suri, dua orang yang tinggal di Rusun Nero juga. Ava pun akhirnya mengenal mereka berdua. 

Suatu ketika, P dan Ava ingin pergi bersama ke rumah Nenek Isma--nenek Ava, yang berada di luar pulau Jawa. Perjalanan mereka berdua menjadi perjalanan yang tak akan pernah mereka lupakan.

---

Ketika membaca Di Tanah Lada, saya berulang kali dibuatnya senyum-senyum karena membaca lucunya kelakuan dan bahasa yang digunakan Ava. Ava memang anak yang polos, namun kadang bahasanya membuat ia terdengar seperti orang yang sudah dewasa.

Sekilas, mungkin novel ini seperti hanya menceritakan kehidupan Ava yang menyedihkan, karena di usianya yang masih kecil, ia sudah harus menerima kelakuan ayahnya yang tidak manusiawi. Namun, novel ini bukan sekadar itu. Ada banyak hal dan pelajaran yang kita dapat saat membaca novel ini.

Sebenarnya, novel ini bukan melulu tentang Ava. Kehidupan P juga tak jauh merana. Ayahnya bahkan sering menyiksanya. Dibanding dengan Ayah Ava, Ayah P jauh lebih tidak punya hati. Di akhir novel, terkuaklah masa lalu P yang sebenarnya saya sudah bisa menduganya.

Hal yang saya sesali dari novel ini adalah, kenapa hanya masa lalu P yang dikupas tuntas? Bagaimana dengan Ava? Siapa tahu dulu ibu dan ayahnya juga memiliki rahasia? Selain itu, penyelesian novel ini juga membuat saya kecewa, karena saya kurang suka saja dengan cara penyelesaian seperti itu hehe.. kalau ini penilaian subjektif, sih.

Rabu, 18 Januari 2017

Review: The Book of Tomorrow - Buku Esok Hari

Judul: The Book of Tomorrow - Buku Esok Hari
Penulis: Cecilia Ahern
Alih Bahasa: Nurkinanti Laraskusuma
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Terbit: Juli 2013 (Cetakan I)
Tebal: 480 Halaman
ISBN: 978-979-22-9787-4

Buku pertama Ahern yang telah saya baca, P.S. I Love You, tidak meninggalkan kesan yang mendalam bagi saya. Seingat saya, buku itu menceritakan tentang seorang istri yang menemukan surat-surat dari suaminya setelah suaminya meninggal karena kanker. Well, tema yang diangkat memang terkesan menyedihkan. Namun entah mengapa, mungkin karena gaya bahasanya yang santai, sehingga saya kurang merasakan feel sedihnya.

Sekarang, mari kita membahas The Book of Tomorrow, yang membuat saya tertarik karena covernya dan tak pernah berharap bahwa buku ini akan meninggalkan kesan yang begitu kuat bagi saya sebelumnya. (Singkatnya: suka parah!)

The Book of Tomorrow menceritakan tentang kehidupan seorang gadis remaja bernama Tamara Goodwin (Ya, Goodwin. Good. Win.) setelah ayahnya ditemukan meninggal dunia, atau lebih tepatnya bunuh diri karena menenggak vodka (atau semacamnya itu, lah) di ruang kerjanya. Kehidupan remaja Tamara yang awalnya penuh hura-hura dan sangat 'remaja-luar-negeri-banget' akhirnya terpaksa berubah 180 derajat karena ternyata ayahnya meninggalkan hutang yang amat banyak sehingga semua harta yang dimiliki keluarga mereka harus dijual.

Tamara dan ibunya kemudian tinggal bersama paman dan bibinya, Arthur dan Rosalenne, di sebuah pedesaan yang tentu saja dianggap tidak memiliki 'jiwa' oleh Tamara. Mulanya, kehidupan Tamara di pedesaan memang sangat membosankan, belum lagi tingkah ibunya yang seperti orang paling depresi di seluruh dunia.

Suatu ketika, ada sebuah perpustakaan keliling dengan seorang petugas berwajah rupawan bernama Marcus datang ke rumah yang sedang ditinggali oleh Tamara. Mereka berjalan bersama ke kota dan Tamara menemukan sebuah buku polos tanpa judul dan nama penulis yang digembok di perpustakaan keliling itu. Rasa penasaran membuat Tamara membawa buku itu. Ternyata buku itu adalah buku kosong, dan suatu ketika, Tamara melihat buku itu telah ditulis dengan sudut pandang dirinya dan apa kejadian yang akan menimpanya esok hari. Tamara tidak bermimpi. Buku itu adalah petunjuk mengenai segalanya.

---

Awalnya, saya merasa buku ini akan biasa saja seperti P.S. I Love You, karena gaya bahasa yang ditampilkan sangat santai, 'remaja-luar-negeri-banget', selain itu banyak hal-hal yang tak saya mengerti dalam buku ini. (Hal-hal tentang jokes di sana, atau acara televisi di sana). Akhirnya, berkat tekad yang kuat saya berhasil menamatkan buku ini (padahal buku ini tidak tebal) dan malah kagum karena jalan ceritanya.

Semua keluarga memiliki rahasia, kebanyakan orang tidak akan pernah mengetahuinya... (hlm. 472)

Buku ini tidak sesimpel tokoh utamanya, Tamara. Buku ini menampilkan konflik yang lebih pelik dari sekadar misteri atau rasa penasaran gadis yang terkesan slengean. Sayangnya, buku ini memang diawali dengan jalan cerita yang membosankan, bertele-tele, dan terlalu banyak intro. Memasuki setengah buku, baru petualangan yang sebenarnya akan dimulai.

Kepribadian Tamara yang egois sedikit demi sedikit akan terkikis sejak Buku Esok Hari ada di tangannya. Jalan pikirannya kemudian rumit, membelit. Ia hanya seorang remaja yang ingin hidup normal, tapi kehadiran buku itu membawa petaka bagi hidupnya--walau ia juga sangat penasaran.

Saya sangat suka dengan ide cerita Ahern di buku ini. Agak seperti Agatha Christie, eh? Tanpa pembunuhan, tentunya. Tentang bagaimana Tamara mengungkap misteri-misteri yang ditunjukkan oleh buku itu adalah keseruan tersendiri bagi saya. Bahkan, Tamara dijuluki sebagai Nancy Drew oleh salah satu tokoh lain dalam buku ini.

Walau ada beberapa hal yang terasa mengganjal, namun saya akan tetap memberi 5 bintang untuk buku ini karena ide cerita dan petualangan batin yang saya dapat :p

Sabtu, 24 Desember 2016

Review: Sad Cypress - Mawar Tak Berduri


Judul: Sad Cypress - Mawar Tak Berduri
Penulis: Agatha Christie
Alih Bahasa: Ny. Suwarni A.S.
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Terbit: Februari 2013 (Cetakan VII)
ISBN: 978-979-22-9155-1

Adegan pertama berada di ruang sidang dengan Elinor Carlisle sebagai terdakwa pembunuhan seorang gadis muda yang cantik dan disenangi semua orang, Mary Gerrard.

Semua bukti mengarah pada Elinor dan ia tak bisa mengelak karena bukti-bukti yang dikemukakan memang benar adanya.

Seoang dokter bernama Peter Lord berusaha keras untuk mencari bukti-bukti lain karena ia yakin Elinor bukanlah pembunuh Mary Gerard. Akhirnya Peter Lord membutuhkan bantuan Hercule Poirot untuk memecahkan kasus ini.

Apakah benar Elinor yang telah membunuh Mary Gerard? Atau mungkin Mary Gerard bunuh diri? Mungkinkah Roddy atau Ted atau Suster Hopkins atau Suster O'brien yang membunuh Mary? Atau ada pelaku lain yang tidak muncul sebagai tokoh dalam novel ini?

***

Membaca adegan pertama novel Agatha Christie yang satu ini bisa dibilang mirip dengan kasus yang beberapa bulan terakhir heboh di Indonesia, kasus sianida. Bedanya, Mary Gerard dalam novel ini mati karena morfin. Semua bukti pun hanya mengarah pada Elinor. Hanya Elinor lah yang memiliki alasan untuk dapat membenci Mary sehingga mungkin dapat berpikir untuk membunuhnya.

Saya sendiri dari awal agak bingung untuk berpikir siapa pelaku sebenarnya, karena tingkah Elinor memang benar-benar seperti pembunuh Mary. Lalu, hampir semua tokoh saya curigai. Dan pada akhirnya, tebakan saya mengenai pembunuh Mary yang sebenarnya ternyata betul.

Saya lega setelah mengetahui hal tersebut. Meskipun begitu, saya tetap menyukai jalan cerita yang dibuat sedemikian rupa oleh Agatha Christie dan alasan-alasan yang dikemukakan oleh para tokoh dalam novel ini. Selain itu, saya juga menyukai kisah cinta manis yang menjadi bumbu novel ini ;)

Selasa, 08 Desember 2015

Review: Perempuan Patah Hati yang Kembali Menemukan Cinta Melalui Mimpi


Judul: Perempuan Patah Hati yang Kembali Menemukan Cinta Melalui Mimpi
Penulis: Eka Kurniawan
Penerbit: Bentang Pustaka
Terbit: Maret 2015 (Cetakan I)
ISBN: 978-602-291-072-5

Buku yang memuat 15 cerpen yang ditulis oleh Eka Kurniawan dengan berbagai genre ini menurut saya ada beberapa yang bagus, namun ada juga yang biasa saja. Namun, karena saya telah membaca Cantik Itu Luka, saya merasa bahwa Eka sering menyelipkan anjing di cerita-cerita yang ditulisnya. Mungkin karena Eka menyukai anjing? Saya tak tahu pasti.

Buku ini memuat cerpen-cerpen yang berjudul:
1. Gerimis yang Sederhana
2. Gincu Ini Merah, Sayang
3. Perempuan Patah Hati yang Kembali Menemukan Cinta Melalui Mimpi
4. Penafsir Kebahagiaan
5. Membuat Senang Seekor Gajah
6. Jangan Kencing di Sini
7. Tiga Kematian Marsilam
8. Cerita Batu
9. La Cage aux Folles
10. Setiap Anjing Boleh Berbahagia
11. Kapten Bebek Hijau
12. Teka-Teki Silang
13. Membakar Api
14. Pelajaran Memelihara Burung Beo
15. Pengantar Tidur Panjang

Cerpen yang dipilih menjadi judul buku ini saya rasa kurang mengena karena menurut saya ide cerita seperti itu sudah sering dijumpai. Beberapa cerpen yang sangat saya suka yakni: Membuat Senang Seekor Gajah, Jangan Kencing di Sini, Cerita Batu, Kapten Bebek Hijau, dan Teka-Teki Silang.

Namun, ada dua cerpen yang saya tidak mengerti maksudnya apa. Yaitu: Tiga Kematian Marsilam dan La Cage aux Folles.


Review: Sabtu Bersama Bapak


Judul: Sabtu Bersama Bapak
Penulis: Adhitya Mulya
Penerbit: GagasMedia
Terbit: 2015 (Cetakan XII)
ISBN: 978-979-780-721-4

Gunawan Garnida memutuskan untuk merekam video-video yang akan ditinggalkannya untuk anak-anaknya agar anak-anaknya tetap mengenal dan merasa dekat dengannya walaupun ia tidak bisa lagi di samping mereka, karena penyakit yang dideritanya. Dibantu oleh Itje, istrinya, maka ia memulai untuk merekam video-video tentang pelajaran hidup maupun sekadar berbagi cerita untuk Satya dan Cakra, kedua anak mereka.

***

Baru membaca sampai halaman ke-13 novel ini saja saya sudah meneteskan air mata. Entah karena novel ini benar-benar menyentuh atau hanya karena saya yang terlalu sensitif? Kata-kata Gunawan Garnida banyak yang menginspirasi dan memberi pelajaran bukan hanya untuk anak-anaknya, tapi juga untuk para pembaca novel ini. 

Alur novel ini juga dibuat halus dan membuat saya sebagai pembaca sangat nyaman saat membaca novel ini. Speechless pokoknya, nggak bisa berkata apa-apa lagi saya. Pokoknya saya sangat merekomendasikan novel ini bagi siapa pun. Laki-laki maupun perempuan, lajang maupun akan menikah atau sudah menikah sekalipun. Karena saya merasa, pemikiran pembaca pasti akan berubah ke arah yang lebih baik setelah membaca novel ini.



Review: Maryam


Judul: Maryam
Penulis : Okky Madasari
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Terbit: Februari 2013 (Cetakan II)
ISBN: 978-979-22-9384-5

Maryam Hayati adalah seorang perempuan yang terlahir dari keluarga Ahmadiyah dan tinggal di daerah pesisir Lombok. Sejak kecil, Maryam harus terbiasa dengan kata 'sesat' yang ditujukan kepadanya maupun keluarganya. Hingga saat ia menempuh kuliah di Surabaya dan tinggal bersama keluarga kenalan Ayahnya yang juga Ahmadiyah, ia masih taat dan rajin mengikuti pengajian Ahmadiyah dan dijodoh-jodohkan dengan salah satu pemuda Ahmadiyah yang bernama Gamal. Saat Maryam baru merasakan apa yang dinamakan dengan jatuh cinta, ia juga harus merasakan apa yang dinamakan dengan patah hati. Karena Gamal ternyata malah membangkang dan berkata bahwa ajaran Ahmadiyah itu sesat setelah ia pergi observasi ke Banten untuk menyelesaikan kuliahnya. 

Setelah lulus kuliah, Maryam pun bekerja di Jakarta. Di sana, ia bertemu dengan seorang pemuda bernama Alam yang sangat memikat hatinya. Mereka saling mencintai dan berencana menikah. Sayangnya, Alam bukan berasal dari Ahmadiyah. Hal inilah yang membuat kedua orangtua Maryam menyuruh Maryam agar putus dengan Alam. Namun, Maryam bersikeras tidak menginginkan hal itu. Alam juga tidak mau ikut menjadi Ahmadiyah. Sehingga, akhirnya Maryam harus benar-benar meninggalkan keluarganya dan Ahmadiyah yang selama ini telah melekat di hatinya.

***

Perjalanan hidup Maryam dan keluarganya yang minoritas dan penuh dengan lika-liku membuat saya sebagai pembaca merasa terhanyut dan terbawa perasaan karena Okky Madasari mahir memainkan kata-kata dan mengolah jalan cerita dengan menarik. Sebagai sesama perempuan, saya mengerti perasaan Maryam yang ingin mempertahankan cintanya dengan Alam, namun di lain hal, harus juga mempertahankan keyakinan yang telah ia pegang sejak lahir.

Selain itu, sikap ibu mertua Maryam yang seakan selalu menyindir Maryam dengan kata 'sesat' walaupun tidak secara jelas ditujukan kepada Maryam, juga saya rasa banyak orang-orang seperti itu. Apalagi saat mengetahui bahwa Maryam belum hamil setelah beberapa tahun menikah.

Terlebih lagi, penderitaan keluarga Maryam yang diusir dari tanah yang dimilikinya sendiri hanya karena mereka kaum minoritas sangat menyentuh hati dan membuat sedih. Bagaimana bisa orang-orang bersikap kejam dan beringas terhadap sesama manusia hanya karena mereka dianggap sesat?

Namun, entah mengapa di bagian belakang novel ini, jalan ceritanya menjadi kurang menarik dan agak bertele-tele sehingga membuat saya agak bosan dan ingin cepat-cepat menyelesaikan novel ini.



Rabu, 24 Juni 2015

Review: 1 Perempuan 14 Laki-Laki


Judul: 1 Perempuan 14 Laki-Laki
Penulis: Djenar Maesa Ayu, Agus Noor, Arya Yudistira Syuman, Butet Kertaredjasa, Enrico Soekarno, Indra Herlambang, JRX, Lukman Sardi, Mudji Sutrisno, Nugroho Suksmanto, Richard Oh, Robertus Robet, Sardono W. Kusumo, Sujiwo Tejo, dan Totot Indrarto
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Terbit: Juni 2011 (Cetakan IV)
Harga: Rp.20.000,- (Buku GPU Obral)
ISBN: 978-979-22-6608-5

Seusai membaca buku kumpulan cerpen yang terkesan kontroversial ini, saya berpikir buku ini sangat jauh bila dibandingkan dengan buku-buku Djenar lain yang pernah saya baca sebelumnya, yakni: Mereka Bilang, Saya Monyet!, Cerita Pendek Tentang Cerita Cinta Pendek, dan T(w)ITIT.

Dan saya setuju dengan salah satu review di Goodreads bahwa saya menjadi lebih fokus ke 'mana tulisan Djenar dan mana tulisan penulis lain, ya?' karena dalam pengantar buku ini diceritakan bahwa buku ini lahir dari satu kalimat Djenar dan satu kalimat penulis lain di setiap cerita pendek.

Intinya, saya lebih menyukai, menikmati, dan memahami cerita-cerita Djenar jika ia menulis sendiri, walaupun bahasanya lebih vulgar. Tapi menurut saya, Djenar Maesa Ayu adalah penulis yang kerap mengangkat cerita-cerita yang tabu namun tetap terdapat pesan di dalamnya, yang dalam buku 1 Perempuan 14 Laki-Laki ini, saya tak menemukan pesan-pesan seperti itu sama sekali.



Kamis, 18 Juni 2015

Review: Hujan Bulan Juni


Judul: Hujan Bulan Juni
Penulis: Sapardi Djoko Damono
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Terbit: Juni 2015
Halaman: 144
Harga: Rp.50.000
ISBN: 978-602-03-1843-1

Bulan Juni dan Sapardi seakan tak dapat dipisahkan. Setelah menulis puisi berjudul Hujan Bulan Juni, ia menerbitkan sebuah novel yang berjudul sama, namun menurutnya cerita dalam novel ini tak ada kaitannya dengan puisi tersebut.

***

Novel ini menceritakan kisah cinta antara Sarwono, dosen muda Antropologi UGM yang digambarkan kurus kering dan sering batuk-batuk, dengan Pingkan, dosen muda Sastra Jepang UGM.

Pingkan yang berdarah Jawa-Menado--tak mau disebut sebagai Menado, namun juga tak pantas disebut sebagai Jawa--, sering meledek Sarwono yang Jawa tulen dengan sebutan 'Jawa Zadul'. Kisah cinta mereka memang unik, tidak mengumbar-umbar kata-kata romantis, malah lebih sering mengejek satu sama lain.

Namun, keharmonisan mereka berdua terhalang oleh hal yang sulit untuk membuat hubungan mereka maju, yakni agama. Walaupun mereka terlihat seperti tidak ambil pusing akan hal itu, namun pihak keluarga besar Pingkan dari Menado lah, yang seakan protes dengan keputusan Pingkan memacari lelaki Jawa seperti Sarwono.

Suatu ketika, Pingkan ditugaskan berangkat ke Jepang oleh fakultasnya. Pingkan sebenarnya sangat ingin Sarwono ikut ke Jepang bersamanya, namun Sarwono berpikir hal itu sangat tak mungkin untuk dilakukannya. Untuk saling meredam rasa rindu pun, mereka berdua kerap berkirim WA. Sampai suatu hari, Sarwono tidak membalas-balas WA Pingkan. 

***

Sebenarnya novel ini sangat smooth jalan ceritanya walaupun alurnya bukan alur maju, dan cerita novel ini nggak kayak sinetron-sinetron, kok. Itu saya dramatisir aja sinopsisnya hahaha...

Buat para pencinta Sapardi, novel ini sangat layak untuk dimiliki, sih. Namun untuk opini saya sendiri, saya amat sangat nggak suka sama endingnya yang gantung! Jadi, jangan harap kalian bakal menemukan akhir yang bahagia atau akhir yang sedih. 

Kesimpulannya adalah, saya lebih menyukai sajak-sajak Sapardi ketimbang cerita-cerita pendeknya maupun novelnya sejauh ini. Tapi saya masih penasaran dengan Trilogi Soekram, sih.

Kamis, 11 Juni 2015

Review: Pada Suatu Hari Nanti & Malam Wabah


Judul: Pada Suatu Hari Nanti & Malam Wabah
Penulis: Sapardi Djoko Damono
Penerbit: Bentang Pustaka
Terbit: Juni 2013
Halaman: 200
ISBN: 978-602-7888-40-1

Hal pertama yang harus diperhatikan dari buku kumpulan cerita ini, selain nama penulisnya, adalah cover depan dan belakangnya yang mana sisi belakang yaitu 'Malam Wabah', sengaja dibalik. Hal inilah yang membuat buku ini sangat eye-catching dan mudah membuat orang yang awam akan buku sastra menjadi tertarik untuk memiliki buku ini.

'Pada Suatu Hari Nanti' memuat cerita-cerita yang asal-usulnya dongeng, kemudian diubah endingnya sesuka Sapardi. Diawali dengan cerita pendek berjudul 'Dongeng Rama-Sita' yang bercerita tentang cinta segitiga antara Rama, Sita, dan Rahwana. Lalu, salah satu dongeng yang terkenal sepanjang masa seperti Malin Kundang pun, endingnya diubah dalam cerita pendek berjudul 'Sebenar-Benar Dongeng tentang Malin Kundang yang Berjuang Melawan Takdir Agar Luput dari Kutukan Sang Ibu'.

Saya merasa seperti sedang menonton sebuah pentas di atas panggung saat membaca 'Pada Suatu Hari Nanti' ini.

Sedangkan 'Malam Wabah' berisi beberapa cerita pendek Sapardi yang mengangkat tema kehidupan dengan tokoh utama manusia maupun benda-benda di sekitar kita. Keunikkan ini dapat ditemui dalam cerita pendek berjudul 'Rumah-Rumah' dan 'Sepasang Sepatu Tua'. Selain itu, cerita pendek berjudul 'Ketika Gerimis Jatuh' dan 'Bingkisan Lebaran' entah mengapa dapat membuat saya sedih.

Jujur, banyak cerita pendek yang tidak saya pahami maksudnya dalam buku 'Pada Suatu Hari Nanti & Malam Wabah' ini. Ya, memang itulah sastra. Penulis bebas menuliskan apa saja tanpa harus menjelaskannya secara harfiah. Walaupun begitu, saya cukup menikmati buku kumpulan cerita ini dan saya rasa buku ini wajib dibaca oleh para pencinta sastra.


Sabtu, 31 Januari 2015

Review: Tabula Rasa dan Tebak Secret Santa

Judul : Tabula Rasa
Pengarang : Ratih Kumala
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Terbit : September 2014 (Cetakan I edisi cover baru)
Halaman : 192
Harga : Rp. 58.000,-
ISBN : 978-602-03-0946-0

Pada awal novel ini, kita akan dibawa kembali ke tahun 1990 saat Galih masih kuliah di Moskwa dan jatuh cinta pada gadis berkewarganegaraan tersebut bernama Krasnaya yang suka melukis. Hari-hari Galih di Moskwa semakin berwarna sejak hadirnya Krasnaya. Sayangnya, saat itu Moskwa mengalami gonjang-ganjing sehingga negara tersebut memulangkan orang-orang yang bukan warga negaranya, termasuk Galih. Mereka berdua pun terpisah.

Lalu, kita dibawa menyelami pikiran Raras melalui sudut pandangnya. Dulu, Raras mempunyai seorang sahabat perempuan bernama Violet, atau biasa ia panggil Vi. Sayangnya, Vi adalah pecandu narkoba dan sempat mendekam di pusat rehabilitasi. Raras selalu menemani Vi dan menyemangati Vi agar ia bisa sembuh.

Pada tahun 2001, Galih dan Raras bertemu dan mereka saling jatuh cinta walaupun Galih adalah dosen Raras, walaupun ia tak pernah mengajarnya secara langsung.


Ratih Kumala mengemas novel sastra yang terbit pertama kali tahun 2004 ini dengan sangat apik. Apalagi dengan latar di Moskwa yang saat itu sedang berbahaya, topik utama cinta yang dibumbui oleh realitas kehidupan ditulis dengan sangat apik. Membaca novel ini awalnya mungkin agak terasa seperti teenlit, namun setelah kita menggali lebih dalam, Ratih mengangkat tema yang cerdas. Tak heran, novel ini mendapat nomor kemenangan di Sayembara Menulis Novel 2003 yang diselenggarakan oleh Dewan Kesenian Jakarta. Budi Darma, Maman S. Mahayana, dan Puthut EA juga turut memberikan pujian di cover belakang novel ini. Hanya, agak terganggu dengan terjemahan yang tidak perlu seperti, “Still wanna see that old grandpa there or not? Masih mau lihat ‘kakek’ nggak?” (Hal. 4)

TEBAK SECRET SANTAA!


Sebelumnya, aku ingin mengucapkan mohon maaf yang sebenar-benarnya karena baru review sekarang. Hiks.. hiks... Udah lama postingnya, dan aku benar-benar nggak tahu siapa Santa-ku yang baik hati :( huhuhu... Maafkan aku ya, Santakuu

Rabu, 07 Januari 2015

Review: Looking for Alaska (Mencari Alaska)

Judul : Looking for Alaska (Mencari Alaska)
Pengarang : John Green
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Terbit : 2014 (Cetakan I)
Halaman : 286
Harga : Rp.55.000,-
ISBN : 978-602-03-0732-9

Miles Halter yang tidak punya teman akhirnya memutuskan untuk pindah ke sekolah asrama Culver Creek di Alabama dan meninggalkan kedua orangtuanya di Florida. Ia sekamar dengan seseorang yang bernama Chip Martin, namun biasa dipanggil Kolonel, yang memberikan julukan Pudge untuk Miles. Dari Kolonel, Pudge dikenalkan dengan Alaska, seorang anak perempuan yang nyentrik, lucu, pintar, dan memikat. Selain Alaska, ada juga Takumi. Mereka berempat selalu bersekongkol untuk melakukan kejahilan-kejahilan atau melanggar peraturan.

Hidup Pudge yang tadinya amat membosankan, menjadi sangat gila dan tak pernah ia dapat bayangkan sebelumnya.

Membaca novel konyol ini akan membuat kita banyak tersenyum dan bahkan tertawa. Sosok Pudge digambarkan sangat kuat karena ia mempunyai satu sifat yang unik, yaitu hapal setiap kalimat terakhir dari orang-orang terkenal di dunia. Begitu juga dengan Alaska yang ceplas-ceplos dan jalan pikirannya selalu out of the box.

Ending novel ini cukup mengejutkan dan sangat cerdas. John Green selalu dapat membuat kagum mulai dari The Fault in Our Stars, An Abundance of Katherines, dan saat ini saya sedang menunggu Paper Towns.


Jumat, 24 Oktober 2014

Review: Juragan Haji

Judul Buku      : Juragan Haji
Penulis             : Helvy Tiana Rosa
Penerbit           : Gramedia Pustaka Utama
Tahun              : Agustus, 2014
Tebal               : 188 halaman
Harga              : Rp. 44.000,00          

            Buku yang memuat 18 cerita pendek Helvy Tiana Rosa ini  membuat saya semakin mencintai sastra karena sang penulis memilih diksi yang dapat menggetarkan hati. Ide-ide cerdas yang dituangkan oleh Helvy sarat dengan kritik sosial dan mayoritas mengambil latar di daerah-daerah konflik seperti Ambon, Timor Timur, Aceh, Sampit, dan bahkan daerah konflik luar negeri seperti Palestina dan Serbia.

            Para pembaca akan disambut oleh cerpen berjudul Cut Vi yang sangat inspiratif dengan kalimat awal:

Aku ingin menjadi istrimu. Aku percaya pada apa yang kulakukan dan tak peduli bila terkesan aku yang melamarmu. Lagi pula apa salahnya meminta pria berbudi menjadi suami? Maka, Agam, sudikah?
            Selain mengambil latar di berbagai daerah konflik, Helvy juga menghadirkan kritik sosial seperti korban kekerasan dalam rumah tangga dan juga anak-anak pekerja di luar negeri. Namun, ada cerita pendek yang tidak terlalu serius dan mengandung humor seperti cerpen berjudul Titin Gentayangan.

            Ada juga cerita pendek berjudul Mencari Senyuman yang berbentuk seperti naskah drama yang dapat mengundang senyum namun juga dapat membuat kita berpikir kembali tentang arti senyuman yang sebenarnya.

Juragan Haji sendiri, yang dipakai menjadi judul buku ini mengambil tema dan diksi yang tidak terlalu serius dan tidak sarat dengan nuansa sastra. Juragan Haji bercerita tentang seorang pembantu rumah tangga yang ingin seperti majikannya, dapat berkali-kali menunaikan ibadah haji.

Kumpulan cerita pendek pilihan yang ditulis oleh Helvy dalam rentang 1995-2005 ini pernah dibukukan dengan judul lain yaitu Bukavu pada tahun 2008. Cerpen berjudul Kivu Bukavu dalam buku ini terinspirasi dari Ernest Hemingway yang sangat memuji Kivu, sebuah danau di kota Bukavu, Negara Rwanda, Afrika.

Dalam buku ini juga terdapat sebuah cerita pendek yang telah mendapatkan penghargaan sebagai Cerpen Terbaik Majalah Sastra Horison (1990-2000), berjudul Jaring-Jaring Merah dengan tokoh utama sang ‘aku’ yang biasa dipanggil Inong disangka gila oleh warga dan dirawat oleh seorang perempuan bernama Cut Dini. Cerpen ini mengambil latar di daerah Aceh.

Berbagai cerita pendek yang berlatar di daerah konflik membuat kita seakan benar-benar masuk dan mengalami peristiwa-peristiwa tersebut. Dengan para tokoh utama yang mayoritas perempuan yang digambarkan memiliki sifat pemberani, idealis, dan istiqomah mungkin akan membuat para pembaca yang telah mengenal sang penulis bahwa tokoh-tokoh utama ini merupakan representasi sifat-sifat Helvy.


Membaca buku ini dapat mendidihkan emosi juga membuat kita semakin peka dan kritis. Helvy seakan mengajak kita berteriak untuk menyuarakan emosi dalam hati dengan cara menulis yang puitis. Jika ingin membaca cerita pendek namun seperti membaca puisi, buku inilah jawabannya.

Sabtu, 08 Maret 2014

Review: From Sumatra with Love

Judul: From Sumatra with Love
Pengarang: Esi Lahur
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Terbit: Februari 2012 (cetakan 2)
Halaman: 226

Sekelompok sahabat yang menamakan dirinya Kelompok Sembilan dan terdiri dari Clarissa, Anty, Kelly, Nidya, Lia, Sandro, Adi, Krisna, dan Mahmud memiliki rencana untuk pergi ke Sumatra memakai uang mereka masing-masing saat libur kenaikan kelas.

Tiba di Sumatra, mereka menganggap perjalanan mereka sangat menyenangkan. Namun, lama kelamaan sifat-sifat buruk salah satu dari mereka terlihat. 

Suatu malam, mereka bermain truth or dare. Mulai saat itu lah konflik konflik bermunculan. Untuk lebih lengkapnya, baca saja kelanjutan keseruan perjalanan mereka dalam novel ini.

Novel yang ditulis dari sudut pandang Clarissa ini mengambil konflik yang remaja sekali. Sangat menghibur karena jokes yang terdapat di dalam novel ini lucu, menurutku.

Btw, walaupun endingnya mudah ketebak, tapi tetap saja novel ini dapat menjadi salah satu buku hiburan yang menyenangkan, seperti perjalanan Kelompok Sembilan.

Kamis, 27 Februari 2014

Review: Selamat Datang Cinta


Judul: Selamat Datang, Cinta
Pengarang: Odet Rahmawati
Penerbit: GagasMedia
Terbit: 2013
Halaman: 223

Alona dan Bastian bersahabat sejak kecil. Mereka dapat mengerti satu sama lain. Namun, saat dewasa, mereka berpisah. Alona tinggal dan bekerja di Yogyakarta sedangkan Bastian menetap bersama keluarganya di Jakarta. Namun, karena suatu hal, Bastian mengunjungi rumah Alona di Yogyakarta.

"Disakiti sama orang yang kita sayang itu lebih menyakitkan. Ketimbang sama orang yang benci sama kita."

Alona pun memabntu Bastian untuk menyelesaikan masalahnya. Sedangkan, Alona masih terbayang-bayang oleh Galih, mantan pacarnya.

"Aku pernah mencintai kamu dengan cara yang paling sederhana. Maka, aku pun ingin melupakan kamu dengan cara yang sama."

Menurutku, novel ini beralur sangat cepat sehingga para pembaca tidak bisa merasakan emosi para tokoh. Dan juga, aku agak heran kenapa tokoh Galih tidak dibahas dengan jelas? Namun, novel ini lumayan juga untuk kLIn yang menginginkan novel ringan romantis.

Review: Memori


Judul: Memori
Pengarang: Windry Ramadhina
Penerbit: GagasMedia
Terbit: 2012
Halaman: 301

Jujur, aku berekspektasi tinggi saat akan membaca novel ini setelah melihat beberapa review dari para blogger lain.

"Nostalgia akan membuat siapa pun menjadi lemah dan tanpa sadar memaafkan kesalahan yang paling besar sekali pun."

Memori bercerita tentang Mahoni, seorang wanita muda yang bekerja sebagai arsitek di Virginia dan kembali ke Indonesia karena suatu urusan mendesak. Di rumah masa kecilnya di Jakarta, ia teringat kembali akan memori-memori dengan keluarganya yang tidak bisa disebut sebagai keluarga bahagia. Selain itu, ia juga diharuskan menjaga Sigi, seorang anak yang membuat Mahoni benci dengan seseorang dari masa lalunya hanya dengan mengingatnya saja.
Tanpa diduga, Mahoni pun bertemu dengan Simon, lelaki muda teman kuliahnya saat di Depok beberapa tahun yang lalu. Dan, setiap bertemu dengan Simon, Mahoni tidak dapat menepis kenangan-kenangan masa lalunya bersama Simon dalam memori.

"Kumpulan kenangan itu seperti kartu-kartu domino yang bediri berdekatan membentuk barisan rapi paling panjang. Ketika kartu yang berada di ujung terjatuh karena sentuhan, yang lain segera mengikuti satu per satu tanpa bisa dihentikan hingga semua kartu rebah."

Sejak membaca karya Mbak Windry yang berjudul London, aku jatuh cinta dengan rangkaian kata yang diciptakannya. Di novel London dan Memori, mayoritas bersetting saat hujan. Mengutip kata-kata Mbak Windry, bahwa hujan adalah sesuatu yang romantis dan magis. Namun, karena too high expectation di awal itulah aku jadi kurang menemukan greget dalam buku ini. Tapi, aku tetap suka dengan Mbak Windry dan tetap setia menunggu karya-karya teranyarnya.

Review: Dirty Little Secret


Judul: Dirty Little Secret
Pengarang: aliaZalea
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Terbit: 2014
Halaman: 334

Pertama-tama, saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya untuk @fiksimetropop yang sudah memilih aku menjadi salah satu teman #BacaBarengMinjul #DLS_aliaZalea di twitter. Itu sebuah pengalaman yang menarik dan nggak akan terlupakan, deh! :D

"I love you because you make me a better person."

Dirty Little Secret diawali dengan e-mail dari Jana yang ditujukan pada Ben. Sebuah e-mail yang membuat Ben merasa sangat menyesal karena telah tega menyakiti hati Jana 8 tahun yang lalu. Maka, Ben menyusul Jana ke Jakarta. 
8 tahun bukan waktu yang sebentar. Perubahan demi perubahan terjadi dalam diri Jana maupun Ben. Ben merasa bahwa ia masih sangat mencintai Jana dan sangat membutuhkan Jana. Namun, apakah Jana merasakan hal yang sama setelah jeda waktu 8 tahun? Apalagi saat ini telah ada Erga dan Raka, dua anak kembar Jana, yang juga sumber kebahagiaan Jana.

"So, thank you for taking the time to open my eyes to see how much you mean to me."

So far, alur ceritanya sudah bagus dan sangat mengalir. Membuat para pembaca bisa merasakan emosi para tokohnya terutama Jana dan Ben. Tapi, menurutku endingnya kurang dikiiiit lagi. Hehe...
Ini adalah kali pertama aku membaca karya Mbak aliaZalea dan aku jadi penasaran sama karya-karya Mbak alia yang lain. Oh iya, novel ini diawali dengan e-mail dan diakhiri dengan e-mail juga, lho!


Selasa, 04 Februari 2014

Secret Santa 2013: Tokyo dan Holland

Judul : Tokyo
Pengarang : Sefryana Khairil
Penerbit : GagasMedia
Terbit : 2013
Halaman : 336

Sinopsis:
Pembaca tersayang,

Musim panas di Tokyo selalu memiliki banyak warna. Sefryana Khairil, penulis Sweet Nothings dan Coba Tunjuk Satu Bintang mengajak kita berkeliling negeri sakura bersama dua wartawan bernama Thalia dan Tora.

Keduanya dipertemukan oleh sebuah lensa. Lalu, Danau Shinobazu membuka mata keduanya tentang bahwa kenyataan sering sekali berbeda dengan asumsi mereka pada awalnya. Thalia dan Tora berbagi tawa dan saling menyembuhkan. Hingga mereka sama-sama ragu, benarkah semuanya hanya sekadar kebetulan? Atau ini adalah satu dari misteri Ilahi yang mereka belum temukan jawabannya?

Setiap tempat punya cerita.
Dan bersama surat ini, kami kirimkan cerita dari timur yang sarat akan aroma lembut bunga sakura. 

Enjoy the journey,

EDITOR

Review:
Thalia adalah seorang fashion editor sebuah majalah perempuan yang ditugaskan ke Tokyo untuk meliput pameran fashion internasional. Thalia pikir, hal tersebut sangat tidak boleh disia-siakan karena ia akan bertemu dengan Dean, pria yang pernah menjadi kekasihnya dan masih ia impi-impikan untuk menjadi pasangan hidupnya kelak. Namun, Dean masih tetap sibuk dengan pekerjaannya dan seolah mengabaikan Thalia. 

Tora adalah seorang reporter majalah LiveLife yang juga ditugaskan ke Tokyo untuk meliput kegiatan disana. Selain itu, Tora juga berniat untuk menemui Hana, wanita yang sangat ia cintai namun sayangnya memutuskan hubungan mereka. 

Takdir mempertemukan Thalia dan Tora. Tora tidak sengaja menabrak Thalia dan menyebabkan lensa kamera limited edition-nya retak. Mulai dari situ, keduanya bergantian memakai kamera Tora dan mereka berdua menjelajah Tokyo sambil mencoba mengerti satu sama lain.

Ini adalah kali pertama aku membaca karya Sefryana Khairil. Aku suka rangkaian kata yang ditulis olehnya, mungkin karena ia lulusan Sastra Indonesia Universitas Negeri Jakarta :D

Banyak quotes bertebaran dalam novel ini. Seperti ini contohnya:

“Loving someone is never easy. Orang bilang cinta itu sederhana. Meski seringnya cinta tak sesederhana yang kita kira.”


Judul : Holland
Pengarang : Feba Sukmana
Penerbit : Bukune
Terbit : November 2013
Halaman : 289

Sinopsis:
Sejak menjejakkan kaki di Bandara Schiphol, Belanda, dan udara dingin menyambutnya, Kara tak lagi merasa asing. Mungkin, karena ia pun telah lama lupa dengan hangat.

Belasan ribu kilometer dari orang-orang tercinta, ia berharap bisa bersembunyi. Dari masa lalu, luka, dan cinta. Nyatanya, semua itu harus ia temukan lagi dalam kotak tua yang teronggok di sudut kamarnya. Kini, Kara tahu: Ibu yang pergi, Kara yang mencari. Tak ada waktu untuk cinta.

Namun, kala senja membingkai Leiden dengan jingga yang memerah, Kara masih ingat bisik manis laki-laki bermata pirus itu, “Ik vind je leuk”—aku suka kamu. Juga kecup hangatnya. Rasa takut mengepung Kara, takut jatuh cinta kepada seseorang yang akhirnya akan pergi begitu saja. Dan, meninggalkan perih yang tak tersembuhkan waktu. Seperti Ibu.

Aku tidak berada di sini untuk jatuh cinta, ulangnya dalam hati, mengingatkan diri sendiri.

Di sudut-sudut Leiden, Den Haag, Rotterdam, dan Amsterdam yang menyuguhkan banyak cerita, Kara mempertanyakan masa lalu, harapan, masa depan, juga cinta. Ke manakah ia melangkah, sementara rintik hujan merinai di kanal-kanal dan menghunjam di jantung kota-kota Negeri Kincir Angin yang memesona?

Alles komt goed—Semua akan baik-baik saja, Kara.

Review: 
Kara adalah seorang gadis Indonesia yang memutuskan untuk melanjutkan kuliah di Belanda. Selain itu, ia juga ingin mencari potongan dari kehidupannya yang telah lama menghilang. Hanya saja, ia datang ke Belanda bukan untuk jatuh cinta. Berkali-kali ia tanamkan kata-kata itu di kepala. Sampai akhirnya, ia bertemu dengan Rein, pemuda Belanda bermata pinus yang mahir menggambar.

Lama kelamaan, Kara menjadi sering menghabiskan waktu bersama Rein dan melupakan tujuan utamanya datang ke Belanda.

Feba Sukmana memberikan para pembaca dengan banyak informasi mengenai Belanda. Kota-kotanya, kebudayaannya, dan lain sebagainya. Dan juga, dalam novel ini mayoritas digambarkan saat suasana sedang hujan. Which is, my favorite weather.


SECRET SANTA 2013

Well, maaf yang sebesar-besarnya ditujukan untuk Santa-ku karena aku baru sempat membuat postingan hari ini :D 
Santa-ku ini baik sekali memberikanku 2 buku yang tidak ada di wishlist-ku. Hehehe... Tapi nggak apa-apa. Dikasih buku apa aja, aku udah seneng kok.
Nah, si Santa ini ngirim bukunya lama banget! Pokoknya aku sampe sempet mikir kalau Santa mau ngasih The Cuckoo's Calling. Hahaha... sumpah ini kepedean!


Yang di atas itu adalah riddle dari sang Santa. Awalnya, aku bener-bener gelap dan nggak tau apa-apa. Akhirnya, setelah posting bareng buku dan riddle dari si Santa, aku dapet pencerahan nih. Kota harum? Banyuwangi? Banyu itu yang kutahu, artinya air yang sama dengan Tirta :p Dan paling bawah kertasnya itu ada RP I. Itu tuh, inisial judul blog Kak Tirta di I Prefer Reading yang dibalik! Gimana? Aku bener, kan? Tunjukkan dirimu, Kak Tirta! :D