Pages

Kamis, 09 Januari 2014

Review: Wanita Dalam Lukisan

Judul: Wanita Dalam Lukisan (Rose Madder)
Pengarang: Stephen King
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Terbit: Juli 2007 (cetakan 3)
Halaman: 766

Sinopsis:
Rose Daniels hidup dalam kegilaan suaminya selama belasan tahun, menahankan penganiayaan demi penganiayaan. Namun suatu ketika ia terjaga dari mimpi buruknya--oleh setitik darah di seprainya. Ia pun melarikan diri, untuk memulai hidup baru.

Namun Norman Daniels tidak mau begitu saja ditinggalkan, apalagi sang istri membawa kartu ATM-nya. Norman pun berangkat mencarinya. Dan sebagai polisi, ia sudah terlatih mencari jejak.

Tapi Rosie yang kemudian dijumpainya bukan lagi Rosie yang dulu. Rosie yang selalu penakut dan selalu pasrah telah memperoleh kehidupan baru yang indah, kekasih baru yang mencintainya, dan... kekuatan misterius yang didapatkannya dari ROSE MADDER, wanita dalam lukisan yang dibelinya di sebuah toko gadai. Maka dimulailah pertarungan hidup dan mati dalam dunia di balik lukisan.

Review:
Awalnya, Stephen King sudah menyuguhkan pembaca dengan kekerasan yang dilakukan Norman kepada Rosie yang sangat sadis. Norman membuat Rosie kehilangan bayi dalam kandungannya dan Rosie sangat sedih karena hal itu. Tapi, tentu saja Rosie tidak bisa berbuat apa-apa selain hanya pasrah menerima perlakuan kasar Norman. 

Suatu hari, Rosie seperti terbangun dalam mimpi buruknya ketika ia melihat setetes darah di seprainya. Ia berpikir ia harus berlari dari rumah yang telah ditempatinya dan menjadi saksi bisu kekerasan yang dilakukan Norman selama belasan tahun. Tapi, Rosie masih bimbang. Ia tahu, Norman akan sangat mudah melacaknya karena Norman adalah seorang polisi. Akhirnya, Rosie pun kabur juga. 

Ia bingung ingin pergi kemana karena ia sebatang kara. Sebatang kara dan merana. Ia hanya ingin pergi jauh sejauh-jauhnya dari Norman dengan membawa kartu ATM Norman. Rosie yang pada dasarnya baik hati, tetap saja tidak tega mengambil semua uang milik Norman dalam ATM-nya. Ia hanya mengambil sedikit uang, kemudian membuang kartu ATM tersebut ke tong sampah di terminal bus.

Di terminal, Rosie melihat seorang lelaki baik hati yang akhirnya menyuruhnya untuk tinggal sementara di Daughters & Sisters, semacam naungan untuk wanita-wanita teraniaya yang butuh bantuan dan tidak tahu harus kemana. Di D & S, Rosie memohon kepada Anna Stevenson, sang pemilik D & S, untuk tinggal disana. Untungnya, Anna menyetujuinya. Dan Anna pula lah yang mencarikan Rosie pekerjaan. 

Setelah beberapa bulan bekerja, Rosie berniat untuk menjual cincin kawinnya, yang menurut Norman sangat berharga, karena menurut Rosie cincin itu tak ada artinya lagi. Di toko gadai, Rosie melihat sebuah lukisan besar yang seperti memanggil-manggil dirinya. Rosie pun akhirnya membeli lukisan yang menampilkan sesosok wanita yang menghadap ke arah bukit. Dan kehidupan Rosie pun mulai berubah sejak memajang lukisan itu di kamar apartemennya yang baru.

Jadi, kesan aku selama membaca novel ini adalah merinding. Norman benar-benar sadis pada istrinya sendiri. Semoga saja nggak ada lelaki seperti Norman di dunia nyata. Ia benar-benar gila, psikopat, licik, dsb. Aku nggak bisa membayangkan bagaimana Rosie bisa tahan hidup dalam siksaan Norman selama belasan tahun. Untungnya, Rosie memiliki keberanian untuk kabur dari Norman.

Untuk Om Stephen King, maaf aku hanya bisa memberi 2 bintang untuk novelmu yang pertama kali kubaca ini. Bukan karena jelek, dan aku sangat menghargai kegigian Om Stephen yang telah bersusah payah membuat novel tebal ini, kok. Setiap penulis memiliki ciri khasnya masing-masing. Aku rasa, ini not my cup of tea saja. Oh iya, dan aku bingung dengan genre novel ini. Fantasy, thriller, or horror?


Tidak ada komentar:

Posting Komentar