Pages

Rabu, 18 Januari 2017

Review: The Book of Tomorrow - Buku Esok Hari

Judul: The Book of Tomorrow - Buku Esok Hari
Penulis: Cecilia Ahern
Alih Bahasa: Nurkinanti Laraskusuma
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Terbit: Juli 2013 (Cetakan I)
Tebal: 480 Halaman
ISBN: 978-979-22-9787-4

Buku pertama Ahern yang telah saya baca, P.S. I Love You, tidak meninggalkan kesan yang mendalam bagi saya. Seingat saya, buku itu menceritakan tentang seorang istri yang menemukan surat-surat dari suaminya setelah suaminya meninggal karena kanker. Well, tema yang diangkat memang terkesan menyedihkan. Namun entah mengapa, mungkin karena gaya bahasanya yang santai, sehingga saya kurang merasakan feel sedihnya.

Sekarang, mari kita membahas The Book of Tomorrow, yang membuat saya tertarik karena covernya dan tak pernah berharap bahwa buku ini akan meninggalkan kesan yang begitu kuat bagi saya sebelumnya. (Singkatnya: suka parah!)

The Book of Tomorrow menceritakan tentang kehidupan seorang gadis remaja bernama Tamara Goodwin (Ya, Goodwin. Good. Win.) setelah ayahnya ditemukan meninggal dunia, atau lebih tepatnya bunuh diri karena menenggak vodka (atau semacamnya itu, lah) di ruang kerjanya. Kehidupan remaja Tamara yang awalnya penuh hura-hura dan sangat 'remaja-luar-negeri-banget' akhirnya terpaksa berubah 180 derajat karena ternyata ayahnya meninggalkan hutang yang amat banyak sehingga semua harta yang dimiliki keluarga mereka harus dijual.

Tamara dan ibunya kemudian tinggal bersama paman dan bibinya, Arthur dan Rosalenne, di sebuah pedesaan yang tentu saja dianggap tidak memiliki 'jiwa' oleh Tamara. Mulanya, kehidupan Tamara di pedesaan memang sangat membosankan, belum lagi tingkah ibunya yang seperti orang paling depresi di seluruh dunia.

Suatu ketika, ada sebuah perpustakaan keliling dengan seorang petugas berwajah rupawan bernama Marcus datang ke rumah yang sedang ditinggali oleh Tamara. Mereka berjalan bersama ke kota dan Tamara menemukan sebuah buku polos tanpa judul dan nama penulis yang digembok di perpustakaan keliling itu. Rasa penasaran membuat Tamara membawa buku itu. Ternyata buku itu adalah buku kosong, dan suatu ketika, Tamara melihat buku itu telah ditulis dengan sudut pandang dirinya dan apa kejadian yang akan menimpanya esok hari. Tamara tidak bermimpi. Buku itu adalah petunjuk mengenai segalanya.

---

Awalnya, saya merasa buku ini akan biasa saja seperti P.S. I Love You, karena gaya bahasa yang ditampilkan sangat santai, 'remaja-luar-negeri-banget', selain itu banyak hal-hal yang tak saya mengerti dalam buku ini. (Hal-hal tentang jokes di sana, atau acara televisi di sana). Akhirnya, berkat tekad yang kuat saya berhasil menamatkan buku ini (padahal buku ini tidak tebal) dan malah kagum karena jalan ceritanya.

Semua keluarga memiliki rahasia, kebanyakan orang tidak akan pernah mengetahuinya... (hlm. 472)

Buku ini tidak sesimpel tokoh utamanya, Tamara. Buku ini menampilkan konflik yang lebih pelik dari sekadar misteri atau rasa penasaran gadis yang terkesan slengean. Sayangnya, buku ini memang diawali dengan jalan cerita yang membosankan, bertele-tele, dan terlalu banyak intro. Memasuki setengah buku, baru petualangan yang sebenarnya akan dimulai.

Kepribadian Tamara yang egois sedikit demi sedikit akan terkikis sejak Buku Esok Hari ada di tangannya. Jalan pikirannya kemudian rumit, membelit. Ia hanya seorang remaja yang ingin hidup normal, tapi kehadiran buku itu membawa petaka bagi hidupnya--walau ia juga sangat penasaran.

Saya sangat suka dengan ide cerita Ahern di buku ini. Agak seperti Agatha Christie, eh? Tanpa pembunuhan, tentunya. Tentang bagaimana Tamara mengungkap misteri-misteri yang ditunjukkan oleh buku itu adalah keseruan tersendiri bagi saya. Bahkan, Tamara dijuluki sebagai Nancy Drew oleh salah satu tokoh lain dalam buku ini.

Walau ada beberapa hal yang terasa mengganjal, namun saya akan tetap memberi 5 bintang untuk buku ini karena ide cerita dan petualangan batin yang saya dapat :p

Sabtu, 24 Desember 2016

Review: Sad Cypress - Mawar Tak Berduri


Judul: Sad Cypress - Mawar Tak Berduri
Penulis: Agatha Christie
Alih Bahasa: Ny. Suwarni A.S.
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Terbit: Februari 2013 (Cetakan VII)
ISBN: 978-979-22-9155-1

Adegan pertama berada di ruang sidang dengan Elinor Carlisle sebagai terdakwa pembunuhan seorang gadis muda yang cantik dan disenangi semua orang, Mary Gerrard.

Semua bukti mengarah pada Elinor dan ia tak bisa mengelak karena bukti-bukti yang dikemukakan memang benar adanya.

Seoang dokter bernama Peter Lord berusaha keras untuk mencari bukti-bukti lain karena ia yakin Elinor bukanlah pembunuh Mary Gerard. Akhirnya Peter Lord membutuhkan bantuan Hercule Poirot untuk memecahkan kasus ini.

Apakah benar Elinor yang telah membunuh Mary Gerard? Atau mungkin Mary Gerard bunuh diri? Mungkinkah Roddy atau Ted atau Suster Hopkins atau Suster O'brien yang membunuh Mary? Atau ada pelaku lain yang tidak muncul sebagai tokoh dalam novel ini?

***

Membaca adegan pertama novel Agatha Christie yang satu ini bisa dibilang mirip dengan kasus yang beberapa bulan terakhir heboh di Indonesia, kasus sianida. Bedanya, Mary Gerard dalam novel ini mati karena morfin. Semua bukti pun hanya mengarah pada Elinor. Hanya Elinor lah yang memiliki alasan untuk dapat membenci Mary sehingga mungkin dapat berpikir untuk membunuhnya.

Saya sendiri dari awal agak bingung untuk berpikir siapa pelaku sebenarnya, karena tingkah Elinor memang benar-benar seperti pembunuh Mary. Lalu, hampir semua tokoh saya curigai. Dan pada akhirnya, tebakan saya mengenai pembunuh Mary yang sebenarnya ternyata betul.

Saya lega setelah mengetahui hal tersebut. Meskipun begitu, saya tetap menyukai jalan cerita yang dibuat sedemikian rupa oleh Agatha Christie dan alasan-alasan yang dikemukakan oleh para tokoh dalam novel ini. Selain itu, saya juga menyukai kisah cinta manis yang menjadi bumbu novel ini ;)