Pages

Jumat, 20 Januari 2017

Review: Semusim, dan Semusim Lagi

Judul: Semusim, dan Semusim Lagi
Penulis: Andina Dwifatma
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Terbit: April 2013 (Cetakan I)
Tebal: 232 Halaman
ISBN: 978-979-22-9510-8

Membaca novel yang sama sekali belum saya ketahui sinopsisnya semacam tantangan bagi saya. Apakah novel tersebut akan memuaskan atau malah mengecewakan? Bahkan, saya juga belum pernah membaca review orang lain mengenai novel ini sebelumnya. 

Setelah sebelumnya membahas pemenang kedua di sini, sekarang saatnya saya membahas pemenang pertama.
---

Semusim, dan Semusim Lagi diambil dari puisi Sitor Situmorang yang berjudul Surat Kertas Hijau--setidaknya hal tersebut ada di cover belakang. Novel ini mengambil tokoh utama seorang gadis remaja berusia 17 tahun tanpa nama. Ia tak suka menyebutkan namanya, ia tak suka menyebutkan nama ayahnya.

Hubungan ia dan ibunya agak sulit dipahami karena mereka tinggal serumah namun hanya bicara seperlunya. Lebih terlihat seperti teman yang tidak terlalu dekat. Suatu hari, sepucuk surat muncul untuknya dari ayahnya. Ayahnya meminta agar ia datang ke kota S untuk menemuinya yang sedang sakit parah. Awalnya, ia merasa tak perlu datang ke sana karena ia ingin menjaga ibunya. Namun, suatu hal terjadi dan membuat ia akhirnya pergi ke kota S.

Di sana, ia tinggal di rumah yang bagus diantar oleh J.J. Henri, salah satu pegawai ayahnya. Ia belum menemui ayahnya karena belum saatnya. Hari demi hari ia habiskan di rumah itu sendirian. Akhirnya, J.J. Henri mengenalkannya pada Muara, anak laki-lakinya yang berusia 22 tahun.

Ia jatuh cinta pada Muara, hingga akhirnya tragedi itu terjadi. Ia bersikeras bahwa tragedi itu terjadi atas bantuan seekor ikan mas bernama Sobron. Tentu saja orang-orang tidak mempercayainya. 

---

Novel yang awalnya saya kira roman biasa ini--sekadar perempuan jatuh cinta atau rindu pada seorang lelaki, ternyata menyuguhkan cerita yang jauh lebih pelik dan di luar ekspektasi saya. Apakah memuaskan? Tentu saja. Entah mengapa novel ini semacam memiliki magnet agar saya tidak berhenti membacanya sebelum akhir.

Tokoh utama dari sebuah novel debut memang kerap kali dihubungkan dengan sang penulis. Setelah saya membaca blog Mbak Andina, memang sepertinya sang tokoh utama sangat mirip dengannya. Belum lagi bacaan-bacaan sang tokoh utama yang sering disebut dalam novel ini--lumayan banyak, sehingga saya sulit menulis ulang di sini, sama dengan bacaan-bacaan favorit Mbak Andina. Sebenarnya, bagi saya itu bukan masalah besar. Saya tetap menikmati ceritanya, kok.

Novel ini mengambil genre surealis pada akhirnya, walaupun pada bagian awal sangat terasa realisnya. Jujur, saya belum banyak membaca novel bergenre serupa. Sehingga, mungkin hal tersebut membuat saya takjub pada gaya pencerita penulisnya. Saya jadi paham kenapa novel ini menjadi Pemenang I Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta 2012

Tapi kemudian saya penasaran, jangan-jangan cerita yang panjang lebar dikemukakan di novel ini oleh 'aku' hanya khayalannya semata? Jangan-jangan sebenarnya ia memiliki kedua orang tua yang sayang dan dekat padanya? Siapa tahu?

Review: Di Tanah Lada

Judul: Di Tanah Lada
Penulis: Ziggy Zesyazeoviennazabrizkie
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Terbit: Agustus 2015 (Cetakan I)
Tebal: 244 Halaman
ISBN: 978-602-03-1896-7

Mungkin agak telat karena saya baru membaca novel ini dua hari yang lalu, namun saya tetap ingin berbagi kesan saya terhadap novel ini karena saya suka cara bercerita penulisnya.

Awal mula saya tahu mengenai novel ini tentu saja dari fanpage Gramedia, lalu saya pikir nama penulisnya unik sekali. Kemudian saya beralih ke Goodreads dan waktu itu tentu saja belum banyak yang me-review.

Barulah pada akhir 2016 saya tiba-tiba penasaran dengan novel ini dan review di Goodreads sudah banyak yang memuji-muji novel ini. Sebenarnya bukan hal yang aneh, karena novel ini Pemenang II Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta.

---

Di Tanah Lada menceritakan tentang Ava--panggilan dari Salva, seorang anak perempuan berusia 6 tahun yang hubungan keluarganya tidak harmonis. Ayahnya suka marah, membentak, emosional terhadap hal-hal kecil sekali pun. Ibunya hanya bisa menerima kelakuan ayahnya, meskipun kadang suka membalas teriakannya.

Ava sangat pintar untuk ukuran anak-anak seusianya. Ia selalu membawa kamus yang diberikan oleh Kakek Kia--bapak ayahnya. Jika ada kata-kata yang tidak ia tahu maknanya, ia langsung mencari di kamus. Oleh karena itu, ia tumbuh menjadi anak yang selalu menggunakan bahasa baku.

Kemudian, setelah Kakek Kia meninggal dunia, ayahnya memaksa Ava dan ibunya untuk pindah ke Rusun Nero. Di sana ia bertemu dengan anak laki-laki bernama P, yang berusia 10 tahun. Ava merasa 'P' bukanlah nama, maka ia memanggilnya dengan sebutan Pepper.

P termasuk anak yang baik hati dan pintar karena ia selalu diajari oleh Mas Alri dan Kak Suri, dua orang yang tinggal di Rusun Nero juga. Ava pun akhirnya mengenal mereka berdua. 

Suatu ketika, P dan Ava ingin pergi bersama ke rumah Nenek Isma--nenek Ava, yang berada di luar pulau Jawa. Perjalanan mereka berdua menjadi perjalanan yang tak akan pernah mereka lupakan.

---

Ketika membaca Di Tanah Lada, saya berulang kali dibuatnya senyum-senyum karena membaca lucunya kelakuan dan bahasa yang digunakan Ava. Ava memang anak yang polos, namun kadang bahasanya membuat ia terdengar seperti orang yang sudah dewasa.

Sekilas, mungkin novel ini seperti hanya menceritakan kehidupan Ava yang menyedihkan, karena di usianya yang masih kecil, ia sudah harus menerima kelakuan ayahnya yang tidak manusiawi. Namun, novel ini bukan sekadar itu. Ada banyak hal dan pelajaran yang kita dapat saat membaca novel ini.

Sebenarnya, novel ini bukan melulu tentang Ava. Kehidupan P juga tak jauh merana. Ayahnya bahkan sering menyiksanya. Dibanding dengan Ayah Ava, Ayah P jauh lebih tidak punya hati. Di akhir novel, terkuaklah masa lalu P yang sebenarnya saya sudah bisa menduganya.

Hal yang saya sesali dari novel ini adalah, kenapa hanya masa lalu P yang dikupas tuntas? Bagaimana dengan Ava? Siapa tahu dulu ibu dan ayahnya juga memiliki rahasia? Selain itu, penyelesian novel ini juga membuat saya kecewa, karena saya kurang suka saja dengan cara penyelesaian seperti itu hehe.. kalau ini penilaian subjektif, sih.